Terungkap! Ini Perusahaan Swasta yang Mengoplos BBM Premium dan Pertalite Menjadi Pertamax

Ilustrasi pengisian BBM
Ilustrasi pengisian BBM di SPBU. [Foto: via DetikOto/Agung Pambhudy]

ZONAPIRASI.MY.ID - Kejaksaan Agung (Kejagung) berhasil mengungkap praktik pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan pertalite menjadi pertamax yang dilakukan oleh perusahaan swasta, PT Orbit Terminal Merak (OTM).

Kegiatan ilegal ini terjadi di Cilegon, Banten, dan perusahaan tersebut dimiliki oleh tersangka Muhammad Kerry Adrianto Riza.

Menurut Kejagung, PT Orbit Terminal Merak (OTM) seharusnya hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan BBM impor dari PT Pertamina Patra Niaga (PPN).


Namun, perusahaan ini justru melakukan proses blending atau pencampuran BBM yang seharusnya dilakukan oleh PT Kilang Pertamina Internasional (KPI).

Tindakan ini melanggar regulasi, karena sesuai aturan yang berlaku, proses blending BBM hanya boleh dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), bukan oleh pihak swasta.

"Dari sisi prosesnya, ini masuk ke depo yang seharusnya bukan depo yang melakukan pengolahan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, pada Jumat (28/2/2025), dikutip dari Fajar.co.id.

Lebih lanjut, Kejagung akan memanggil dan meminta penjelasan dari para ahli mengenai legalitas perubahan nilai oktan (RON) BBM dalam proses blending yang dilakukan oleh PT OTM.


Selain praktik pengoplosan BBM, Kejagung juga menemukan dugaan tindak pidana dalam proses impor BBM oleh PT Pertamina Patra Niaga (PPN). Dugaan tersebut terkait dengan perbedaan spesifikasi BBM yang dipesan dan yang diterima.

Berdasarkan temuan Kejagung, PT PPN seharusnya mengimpor BBM jenis RON 92 (Pertamax). Namun, BBM yang tiba justru memiliki kadar oktan lebih rendah, yaitu RON 88 atau RON 90.

"Fakta hukum bahwa PT PPN melakukan pembayaran terhadap RON 92 berdasarkan price list. Sementara barang yang masuk atau minyak yang masuk itu adalah RON 88 atau RON 90,” jelas Harli.

Dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023, Kejagung telah menetapkan 9 tersangka, yang terdiri dari 6 orang pejabat di Sub Holding Pertamina dan 3 orang broker dari pihak swasta.


Selain itu, Kejagung juga menemukan adanya konspirasi antara Pertamina dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk menghindari proses penawaran minyak mentah. Praktik ini melanggar Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018.

Kejagung juga mengungkap adanya mark up dalam kontrak pengiriman (shipping) yang dilakukan oleh Direktur PT Pertamina Internasional Shipping, Yoki Firnandi. Dugaan mark up ini terjadi dalam proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang.

Kasus ini menjadi perhatian besar karena menyangkut kerugian negara yang signifikan serta adanya indikasi penyalahgunaan wewenang dalam tata kelola BBM di Indonesia.

*Sumber: Fajar.co.id

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijaksana dan bertanggung jawab. Isi komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator itu sendiri.

Lebih baru Lebih lama